Popular

Amerika Bertindak, Sumatera Barat Tersedak

 

Mahera

 Langkah Amerika Berdampak pada Sumbar

Amerika Serikat kembali melakukan proteksionisme dengan menaikkan tarif impor. Langkah ini dianggap sebagai upaya melindungi industri dalam negeri Amerika Serikat dari dominasi produk asing, trutama dari Asia dan Ameriaka Latin. Kebijakan ini tentunya sangat berdampak pada daerah yang ekonominya bergantung pada komuditas mentah dan setengah jadi, termasuk Sumbar.

Sumbar memiliki produk ekspor unggulan diantaranya minyak kelapa sawit, karet, kopi, perikanan, rempah-rempah, hortikultura, batu bara dan bahan tambang. Produk tersebut diekspor secara langsung maupun tidak langsung ke berbagai negara diantaranya India, Pakistan, Bangladesh, Uni Emirat Arab dan Amerika Serikat. Produk minyak kelapa sawit menyumbang nilai ekspor terbesar, mencapai hampir 80% dari total ekspor Sumbar.

Selama ini, Sumbar menjalin hubungan dagang tidak langsung dengan pasar Amerika melalui ekspor produk unggulan seperti karet, kopi, perikanan, dan minyak nabati. Kenaikan tarif impor membuat harga produk Indonesia menjadi kurang kompetitif di pasar Amerika Serikat. Imbasnya, permintaan turun, produksi melambat, dan sektor ketenagakerjaan ikut terganggu. Daerah yang terkena dampak langsung ulah kebijakan Amerika Serikat:

Kabupaten Pasaman dan Solok Selatan-Komoditas Kopi

Daerah penghasil kopi torabika dan robusta mengalami penurunan permintaan eksportir yang drastis. Pengrajin kopi organik di Bonjol dan Lembah Gumanti mengeluhkan stok menumpuk, harga petani stagnan, dan pesanan luar negeri tertunda.

Kabupaten Dharmasraya dan Pesisir Selatan-Minyak Sawit dan Produk Nabati

Kedua wilayah ini merupakan sentra perkebunan kelapa sawit. Saat ekspor tersendat, pabrik kelapa sawit memperlambat operasional dan mengurangi jam kerja. Petani sawit menerima harga lebih rendah, dan suplai bahan baku menumpuk di gudang.

Kabupaten Agam dan 50 Kota-Karet dan Perikanan

Petani karet mengeluhkan anjloknya harga lateks, terutama di Kecamatan Kamang Magek dan Mungka. Di sisi lain, industri pengolahan ikan air tawar dan hasil laut di sekitar Danau Maninjau dan Sungai Batang Sinamar mengalami kesulitan distribusi karena lesunya pasar ekspor.

Kota Padang dan Payakumbuh-Sektor UMKM

Kedua kota ini menjadi pusat produksi dan ekspor olahan makanan, kopi kemasan, serta pengolahan hasil perikanan. Banyak pelaku UMKM mengalami penurunan omzet, bahkan beberapa di antaranya menghentikan sementara produksi akibat minimnya permintaan luar negeri.

Ketika harga global terguncang atau hambatan dagang meningkat, daerah seperti Sumbar mudah terperangkap dalam posisi sulit, antara tingginya biaya produksi dan melemahnya permintaan global. Minimnya industrialisasi juga menjadi masalah. Komoditas unggulan daerah hanya diekspor dalam bentuk mentah, sehingga nilai tambah banyak hilang di luar negeri.

Dalam jangka pendek, diversifikasi pasar ekspor ke kawasan Asia Tenggara, Timur Tengah, dan Afrika dapat menjadi opsi realistis. Namun, solusi jangka panjang tetap bertumpu pada penguatan industrialisasi lokal: membangun kawasan industri terpadu, mendukung startup agri-bisnis, memperluas digitalisasi UMKM, hingga meningkatkan kualitas SDM di sektor logistik dan manufaktur. Di saat yang sama, salah satu hal yang menjadi kekuatan utama adalah memperkuat konsumsi domestik. Meningkatkan daya beli masyarakat dan memperluas akses pasar lokal dengan cara itu Sumbar dapat memperkuat pondasi ekonominya.

Kebijakan tarif impor Amerika memang di luar kendali kita. Namun, respons lokal bisa menjadi penentu apakah Sumbar hanya menjadi korban gejolak global atau justru mampu memanfaatkan krisis ini sebagai momentum pembenahan ekonomi struktural. Seperti kata ekonom senior Indef, Eisha Rachbini, bahwa “Dunia memang berubah, tetapi daerah yang mampu menyesuaikan diri dengan cepat justru akan muncul sebagai pemenang.”


 

 

 

 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama